KATA PENGANTAR
Puji Syukur
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas IT yang
berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
LUKA BAKAR DENGAN KERUSAKAN INTERGRITAS KULIT”. Tugas ini disusun sebagai
salah satu syarat tugas IT.
Penulis
menyadari dalam menyusun Tugas ini banyak memperoleh bimbingan, asuhan serta
dorongan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1.
Agus Wiwit Suwanto S.Kep Ners. , selaku pembimbing dosen
mata kuliah IT Akper Pemkab. yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga, dan
pikiran untuk memberikan bimbingan dalam Penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa dalam
menyelesaikan tugas ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga diharapkan adanya
kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penelitian ini.
Akhirnya penulis berharap semoga
karya tugas ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan kita semua.
Ponorogo, 10 Agustus 2016
LARAS INDRIYANI
NIM. 201501110
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
BAB 2 TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Luka Bakar atau Combustio
Menurut
Singh VP, Sharma B.R., Harish D, Vij K, 2007 Luka bakar suatu keadaan
ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan atau trauma yang dapat
dibedakan menjadi trauma mekanik, trauma fisik serta trauma kimiawi(Ratna
& Dewi, 2012)
Sedangkan
menurut Betz dan Sowden luka bakar adalah rusaknya jaringan yang di akibatkan
oleh adanya kontak tubuh dengan bahan kiwiawi, agen normal, maupun listik
insiden yang paling sering terjadi atau paling sering menjadi penyebab adalah
agen termal di dapur (Aliefia
Ditha Kusumawardhani, Umi Kalsum, 2015).
Menurut
Moenejat Luka bakar juga dapat diartikan sebagai trauma yang berdampak berat
terhadap fisik maupun psikologi, dan mengakibatkan penderitaan sepanjang hidup
seseorang, dengan mortalitas dan mordibitas yang tinggi(Lucia
Anik Purwaningsih, 2016)
Luka bakar
juga sering diartikan sebagai kondisi atau keadaan terjadinya luka akibat
terbakar yang bisa disebabkan oleh panas yang tinggi, senyawa kimia,
listrikpemajanan berlebihan oleh sinar matahari. Selain itu juga bisa
dikarenakan uap atau cairan panas serta cedera lepuh. Luka bakar dengan
ketebalan parsial merupakan luka bakar yang tidak merusak epitel kulit atau
hanya merusak sebagian epitel kulit, biasanya dapat pulih dengan penanganan
konservatif (Hidayat,2008 ;Grace & Borley,2006(Ardhina Mahadica Nugroho, 2015)).
Luka bakar dapat diklasifikasikan berdasarkan luas
luka bakar dan derajat luka bakarnya, dan harus objektif. Patokan yang masih
dipakai dan diterima luas adalah mengikuti Rulles of Nines dari Wallace. Luka
Bakar yang terjadi pada daerah muka dan leher lebih berbahaya daripada luka
bakar ditungkai(Sjamsuhidajat,
R., de Jong.; 2004.(Ratna
& Dewi, 2012)).
Berdasarkan dalamnya jaringan yang rusak
akibat luka bakar tersebut, luka bakar dapat diklasifikasikan menjadi derajat
1,2,3,dan 4.
1. Pada luka bakar derajat 1,
kerusakannya hanya terjadi dipermukaan kulit. Kulit tampak akan kemerahan,
tidak ada bulla, sedikit odem dan nyeri, dan tidak akan menimbulkan jaringan
parut setelah sembuh
2. Pada luka bakar derajat 2
mengenai sebagian dari ketebalan kulit yang melibatkan semua epidermis dan
sebagian dermis pada kulit aka nada bulla, sedikit odem,dan nyeri berat.
3. Pada
luka bakar derajat 3 kerusakan terjadi pada semua jaringan kulit dan terjadi
nekrosis, lesi tampak putih dan kehilangan sensasi rasa, dan akan menimbulkan
jaringan parut setelah luka sembuh.
4. Pada
luka bakar derajat 4 kulit tampak hitam
seperti arang karena banyaknya jaringan yang terbakar.
Sedangkan menurut Elizabeth J Corwin berdasarkan kedalamannya luka
bakar dibagi menjadi 3 yaitu derajat I, derajat II, dan derajat III. Kerusakan
luka bakar derajat II meliputi epidermis dan dermis.3 Luka bakar derajat II
dibagi menjadi dua yaitu luka bakar derajat II dangkal / IIA dan II dalam /
IIB. Luka bakar derajat IIA memerlukan balutan khusus yang merangsang
pembelahan dan pertumbuhan sel(Wilkins,
2005)
2.2 ETIOLOGI
Menurut
Sjamsuhidayat dan De Jong penyebab luka bakar paling sering adalah terbakar api
langsung yang dapt dipicu atau diperparah dengan cairan yang mudah terbakar
contohnya bensin, gas kompor rumah tangga, cairan dari tabung pemantik api,
sehingga menyebabkan luka bakar pada seluruh atau sebagian tebal kulit. Pada
anak-anak luka bakar yang terjadi sebagian besar (60%) disebabkan oleh air
panas yang terjadi akibat kecelakaan rumah tangga dan umumnya merupakan lka
bakar superficial tetapi dapat juga mengenai seluruh kulit (Ardhina Mahadica Nugroho, 2015)
2.3 Patofisiologi
Kulit
adalah organ terluar tubuh manusuia, jika kulit terbakar atau terpajan suhu
tinggi, pembuluh kapiler di bawahnya, area sekitarnya dan area yang jauh
sekalipun akan rusak dan menyebabkan permeabilitassnya meningkat. Terjadilah
kebocoran caiarn intrakapilar ke interstitial sehingga terjadi edema dan bula
yang mengandung banyak elektrolit. Rusaknya kulit akibat luka bakar akan
mengakibatkan hilangnya fungsi kulit sebagai barier dan penahan penguapan
sehingga dapat menyebabkan berkurangnya cairan intavaskuler, pada luka bakar
yang luasnya krang dari 20%. mekanisme kompesensi tubuh masih bisa
mengatasinya. Bila kulit yang terbakar lebih dari 20 %, dapat terjadi syok
hipovolemik disertai gejala yang khas seperti gelisah, pucat, dingin,
berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urine
berkurang. Pembekakan terjadi perlahan, maksimal setelah delapan jam. Pembuluh
kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah
di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Setelah 12-24 jam
permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta penyererapan
kembali cairan dari ruang interstisial ke pembuluh darah yang ditandai dengan
meningkatnya dieresis (Sjamsuhidayat dan De jong 2010(Ardhina Mahadica Nugroho, 2015) .
Moefta Monoejat luka bakar di bagi menjadi fase akut, fase
subkutan dan fase lanjut. Pada fase akut terajadi gangguan keseimbangan
sirkulasi cairan dan elektrolit.Berdasarkan perjalanan penyakitnya, luka bakar
dibagi menjadi fase akut, fase subakut dan fase lanjut. Pada fase akut terjadi
gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termis
bersifat sistemik yang dapat mengakibatkan dan elektrolit akibat cedera termis
bersifat sistemik yang dapat mengakibatkan terjadinya syok hipovelemik. Fase
sub akut berlangsung setelah syok berakhir yang ditandai dengan keadaan
hipermetabolisme infeksi hingga inflamasi, sepsis dan serta inflamasi dalam
bentuk SIRS (System Inflamatory Respon
Syndrome) . Luka terbuka akibat kerusakan jaringan menimbulkan inflamasi,
sepsis dan penguapan cairan tubuh disertai panas atau elergi(Martina & Wardhana, 2013)
2.4 Menifestasi Klinis
Tanda
gejala dari luka bakar dapat dilihat dari derajat luka bakar itu sendiri,
menurut Di Maio, V.J.M. & Dana, S.E
1. Pada luka bakar derajat 1,
kerusakannya hanya terjadi dipermukaan kulit. Kulit tampak akan kemerahan,
tidak ada bulla, sedikit odem dan nyeri, dan tidak akan menimbulkan jaringan
parut setelah sembuh
2. Pada luka bakar derajat 2
mengenai sebagian dari ketebalan kulit yang melibatkan semua epidermis dan
sebagian dermis pada kulit aka nada bulla, sedikit odem,dan nyeri berat.
3. Pada
luka bakar derajat 3 kerusakan terjadi pada semua jaringan kulit dan terjadi
nekrosis, lesi tampak putih dan kehilangan sensasi rasa, dan akan menimbulkan
jaringan parut setelah luka sembuh.
4. Pada
luka bakar derajat 4 kulit tampak hitam
seperti arang karena banyaknya jaringan yang terbakar.(Ratna & Dewi, 2012)
2.5 Komplikasi Dari Luka Bakar
Pada luka bakar kurang dari 20% biasanya
mekanisme kompensasi tubuh masih dapat mengatasinya. Luka bakar lebih dari 20%
dapat menimbulkan syok hipovelemik dengan gejala yang khas . Luka bakar termal
pada ruang tertutup dapat menyebabkan trauma inhalasi dengan penemuan sputum
berwarna gelap akibat jelaga, luka bakar pada wajah, alis dan bulu hidung yang
terbakar, edema orofaring, perubahan suara serak, perubahan kesadaran, dans
stridor. Pada luka bakar terjadi peningkatan katabolisme hal tersutlah yang
mengakibatkan pasien luka bakar menjadi sangat kurus, otot mengecil dan berat
badan menurun. Terjadi hiperpireksi persisten, takikardia, hiperventilasi, dan
hiperglikemi (Puteri AM, Sukasah CL, 2009).
Menurut Sjamsuhidajat, R Pada penderita
luka bakar akan terjadi penurunan fungsi imun dan dapat terjadi bakterimia,syok
septic serta kematian. Pada luka bakar dapat pula ditemukan paralitik, stress
atau beban faal dapat mengakibatkan tukak mukosa lambung atau duodenum dengan
gejala sama seperti tukak peptic yang disebut dengan tukak curling dan dapat
menyebabkan hematemesis atau melena.
2.6 Penatalaksanaan Pada Luka Bakar
1.
Penanganan awal
Upaya pertama yang perlu dilakukan adalah mematikan api pada tubuh
menurut Sjamsuhidajat dan De Jong misalnya dengan menyelimutu atau menup bagian
yang terbakar untuk menghentikan pasokan oksigen pada api yang menyala. Kontak
dngan bahan panas juga cepat diakhiri dengan mencelupkan bagian yang terbakar
atau menceburkan diri ke air dingin atau melepaskan baju yang tersiram air
panas. Pertolongan pertama setelah sumber panas hilang adalah merendam daerah
luka dala air atau menyiram dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya lima
belas menit, pasien juga dapat diselimuti dengan kain yang hangat dan kering
hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya hipotermi (Ardhina Mahadica Nugroho, 2015).
Setelah menghentikan proses luka bakar dilakukan
pemeriksaan primary survey yaitu airway, breathing, circulation, disability,
dan explore. pAada airway jika dicurigai terjadi trauma inhalasi segera
dilakukan pemberiaan oksigen terutama untuk menjamin jalannya napas. Managemen
circulation dilakukan dengan resusitasi cairan dengan kristaloid. Managemen
disability untuk memeriksa kesadaran pasien dan expore untuk mancari apakah ada
trauma lain
2.
Perawatan Luka bakar
Perawatan Luka Bakar salah
satu tatalaksana yang perlu diperhatikan dalam penanganan luka karena tidak jarang luka yang tidak dirawat
dengan baik dapat menyebabkan terjadinya infeksi sekunder. Banyak kontroversi
dalam pemakain obat-obatan topical tetapi yang paling penting adalah obat
topical tersebut harus membuat luka bebas infeksi, mengurangi rasa nyeri, bisa
menembus eskar, dan mempercepat epitelisasi. Beberapa jenis obat yang danjurkan
adalah golongan silver sulfadiazine
dan yang terbaru MEBO (moist exposure
burn ointment). Selain itu krim gentamisi juga bisa di berikan karean
seringnya infeksi akibat kuman gram positif pada luka.Obat topikal yang
dipakai dapat berbentuk larutan, salep, atau krim.Antibiotik dapat diberikan
dalam bentuk sediaan kasa (tulle). Krim silver sulfadiazine 1%
sangat berguna karena bersifat bakteriostatik, mempunyai daya tembus yang cukup,
efektif terhadap semua kuman, tidak menimbulkan resistensi, dan aman. Krim ini
dioleskan tanpa pembalut, dapat dibersihkan dan diganti setiap hari.Penutupan
luka terbagi atas metode penutupan secara kering dan lebab. Penutup secara
lembab merupakan atas metode penutupan secara kering dan lembab. Penutup secara
lembab merupakan penutupan luka yang bersifat permeable bagi oksigen dan uap
air serta bersifat oklusif terhadap bakteri dan air. Penutupan secara lembab
menciptakan sekitar luka yang mengandung banyak uap air sehingga penyembuhan
luka akan lebih cepat. Penutup luka yang dapat mempertahankan kelembapan akan
mempertahankan sel makrofag tetap hidup.
Selain melalui hal hal
di atas proses penyembuhan luka bakar juga dapat dilakukan menggunakan saleb
kitosan .Menurut penelitian dalam jurnal
Efektifitas Salep Kitosan terhadap Penyembuhan Luka Bakar Kimia Pada
Rattus norvegicus oleh Fitri Rizky Putri 2012 saleb kitosan dapat mempercepat
penyembuhan luka bakar berikut adalah hasil dari penelitian.
Hasil
Penampakan jaringan kulit yang sudah sembuh di tiap kelompok dengan pengecatan
HE adalah seperti gambar 1. Gambar tersebut digunakan untuk menghitung
rata-rata jumlah fibroblast.
Kelompok perlakuan
|
Rata-rata jumlah fibroblas
|
Kontrol Negatif ( tanpa
perlakuan0
|
58,93 ± 4.83 sel a
|
Kontrol Negatif (vaselin)
|
62,47 ± 4.85 sel c
|
Kontrol Positif (
bioplacenton)
|
®) 57,93 ± 4.89 sel a
|
Saleb Kitosan
|
1,25 % 52,63 ± 7.00 sel b
|
Salep Kitosan
|
2,5 % 52,57 ± 6.80 sel b
|
Salep Kitosan
|
5 % 49,80 ± 6.01 sel b
|
Ket
: angka yang memiliki huruf yang berbeda memiliki perbedaan yang signifikan
A B C
Hasil penampakan jaringan kulit yang sudah sembuh di tiap kelompok
dengan pengecetan HE adalah pada gambar 1. Gambar tersebut digunakan untuk
menghitung rata-rata jumlah fibrosa. Dari penelitian tadi dapat disimpulkan
bahwa kitosan berpengaruh pada ketebalan epitel dengan dosis terbaik adalah
salep kitosan 5% yang memiliki ketebalan epitel paling tipis.(13.31 kurang
lebih 4.05) dan dinilai signifikan (p=0,015). Pengaruh pemberian salep kitosan
terhadap penyembuhan luka kimia yang paling signifikan berdasarkan parameter
jumlah fibrosa adalah kelompok salep kitosan 5% dengan jumlah fibrosa sedikit
(49,80 kurang lebih 6.01 ) dan dinilai signifikan (p=0,000)(Putri & Tasminatun, 2012).
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostic pada pasien luka bakar menurut Doenges,
M.E., et al. (1995). Nursing care
plans guidelines for planning patient care, dapat dilakukan dengan
1.
Menghitung darah lenkap :
peningkatan Ht awal menunjukan hemokonsentrasi sehubungan dengan perpindahan
/kehilangan cairan. Selanjutnya menurunkan Ht dan SDM dapat terjadi sehubungan
dengan kerusakan oleh panas terhadap endothelium pembuluh darah.
2.
SDP: Leukositosis dapat
terjadi sehubungan dengan kehilangan sel paa sisi luka dan respon inflamasi
terhadap cedera.
3.
GDA : Dasar penting untuk
kecurigaan cedera inhalasi. Penurunan PaO2 atau peningkatan PaCO2 mungkin
terlihat pada relesasi karbon monosida. Asidosis dapat terjadi sehubungan
dengan penurunan fungsi ginjal dan kehilangan mekanisme kompenensasi
pernapasan.
4.
Natrium urine rondom : Lebih
besar dari 20 mEg/L mengindikasi kelebihan resusitasi cairan:kuran dari 10
mEg/L
5.
Glukosa serum : Peninggian menunjukan respon stess.
6.
Albumin serum : Rasio
albumin/globulin mungkin terbalik sehubungan dengan protein pada edema cairan
7.
Bun/kretanin : peninggian
menunjukan penurunan perfusi /fungsi ginjal : namun kreatinin dapat meningkat
karena cedera caringan
8.
Foto ronsen dada : dapat
tampak normal pada pascaluka bakar dini meskipun dengan cedera inhalasi ;namun
halasi yang sesungguhnya akan saat progresif tanpa foto dada
9.
EKG : Tanda iskemia
miokardial /distremia dapat terjadi pada luka bakar listrik (Rahayuningsih, 2012).
2.8 Konsepa asuhan keperawatan
1. Pengkajian
·
Aktifitas/istirahat: Tanda : Penurunan kekuatan, tahanan;
keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan
tonus.
·
Sirkulasi
: Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok);
penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi
perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik);
takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema
jaringan (semua luka bakar).
·
Integritas
ego
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan,
keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis,
ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
·
Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak
ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin,
mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan
mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya
pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan
motilitas/peristaltik gastrik.
·
Makanan/cairan:
Tanda : oedema jaringan umum;
anoreksia; mual/muntah.
·
Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek,
perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas;
aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan
ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik);
paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
·
Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka
bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan
udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat
nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada
keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
·
Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang
tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel
karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi
cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas
pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi
sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik
(oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
·
Keamanan:
Tanda : Kulit umum : destruksi jaringan dalam mungkin
tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler
pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin
dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan
curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
2.
Diagnosa yang Muncul
a.Defisit Volume Cairan berhubungan dengan ketidak
seimbangan elektrolit dan kehilangan volume plasma dari pembuluh darah.
b.Perubahan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Penurunan
Kardiak Output dan edema.
c.Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan kesukaran
bernafas (Respiratory Distress) dari trauma inhalasi, sumbatan (Obstruksi)
jalan nafas dan pneumoni.
d.Nyeri berhubungan dengan paparan ujung syaraf pada kulit
yang rusak.
e.Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan luka bakar.
f.Potensial Infeksi berhubungan dengan gangguan integritas
kulit.
g.Perubahan Nutrisi : Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
berhubungan dengan peningkatan rata-rata metabolisme.
h.Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan luka bakar,
scar dan kontraktur.
i.Gangguan Gambaran Tubuh (Body Image) berhubungan dengan
perubahan penampilan fisik(Sediaan
et al., 2015)
Diagnosa keperawatan
|
Rencana Keperawatan
|
||
|
Tujuan dak criteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Bersihan jalan tidak efektif berhubungan dengan obstuksi
trakheobronkial :odema ,mukosa;kompresi jalan napas
|
Bersihan jalan napas efektif.
Dengan KH :
1. Bunyi nafas vesikuler
2. RR dalam batas
normal
3. Bebas
dispnoe/cyanosis
|
1.gangguan/menelan; perhatikan pengaliran air
liur, ketidakmampuan menelan, serak, batuk mengi.
2.Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan
; perhatikan adanya pucat/sianosis dan sputum mengandung karbon atau merah
muda.
3.Auskultasi paru, perhatikan stridor, mengi/gemericik, penurunan bunyi nafas, batuk rejan.
4.Perhatikan adanya pucat atau warna buah ceri
merah pada kulit yang cidera
5.Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari
penggunaan bantal di bawah kepala, sesuai indikasi
6.Dorong batuk/latihan nafas
dalam dan perubahan posisi sering.
7.Hisapan (bila perlu) pada perawatan ekstrem,
pertahankan teknik steril.
8.Tingkatkan istirahat suara
tetapi kaji kemampuan untuk bicara dan/atau menelan sekret oral secara
periodik.
9.Selidiki perubahan perilaku/mental contoh
gelisah, agitasi, kacau mental.
Awasi 24 jam 9.keseimbngan cairan, perhatikan variasi/perubahan. |
1. Dugaan cedera
inhalasi
2.Takipnea,
penggunaan otot bantu, sianosis dan perubahan sputum menunjukkan terjadi
distress pernafasan/edema paru dan kebutuhan intervensi medik.
3.Obstruksi
jalan nafas/distres pernafasan dapat terjadi sangat cepat atau lambat contoh
sampai 48 jam setelah terbakar.
4.Dugaan adanya hipoksemia atau
karbon monoksida.
5.Meningkatkan ekspansi paru
optimal/fungsi pernafasan. Bilakepala/leher terbakar, bantal dapat menghambat
pernafasan, menyebabkan nekrosis pada kartilago telinga yang terbakar dan
meningkatkan konstriktur leher.
7.Meningkatkan ekspansi paru, memobilisasi dan
drainase sekret.
8.Membantu
mempertahankan jalan nafas bersih, tetapi harus dilakukan kewaspadaan karena
edema mukosa dan inflamasi. Teknik steril menurunkan risiko infeksi.
9.Peningkatan sekret/penurunan kemampun untuk
menelan menunjukkan peningkatan edema trakeal dan dapat
|
Diagnosa
|
Rencana asuhan keperawatan
|
||
Tujuan dan KH
|
intervensi
|
rasional
|
|
Nyeri berhubungan
dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manipulasi jaringan
cidera contoh debridemen luka.
|
Nyeri berkurang dengan
KH :
1.Pasien sudah tidak merasakan nyeri
2.raut wajah pasien rileks
|
1.Berikan anlgesik narkotik yang diresepkan
prn dan sedikitnya 30 menit sebelum prosedur perawatan luka. Evaluasi
keefektifannya. Anjurkan analgesik IV bila luka bakar luas.
2.Pertahankan pintu kamar tertutup, tingkatkan
suhu ruangan dan berikan selimut ekstra untuk memberikan kehangatan
3. Bantu dengan pengubahan posisi setiap 2 jam
bila diperlukan. Dapatkan bantuan tambahan sesuai kebutuhan, khususnya bila
pasien tak dapat membantu membalikkan badan sendiri.
|
1.Analgesik narkotik diperlukan utnuk memblok
jaras nyeri dengan nyeri berat. Absorpsi obat IM buruk pada pasien dengan
luka bakar luas yang disebabkan oleh perpindahan interstitial berkenaan
dnegan peningkatan permeabilitas kapiler.
2.Panas dan air hilang melalui
jaringan luka bakar, menyebabkan hipoetrmia. Tindakan eksternal ini membantu
menghemat kehilangan panas.
3.Menururnkan neyri dengan
mempertahankan berat badan jauh dari linen temapat tidur terhadap luka dan
menuurnkan pemajanan ujung saraf pada aliran udara.
4.menghilangkan tekanan pada tulang
dependen.dukung adekuat pada luka bakar selama gerakan membantu
|
DIAGNOSA
|
RENCANA
ASUHAN KEPERAWATAN
|
||
Tujuan dan KH
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
Kerusakan integritas kulit b/d kerusakan permukaan kulit
sekunder destruksi lapisan kulit.
|
Memumjukkan regenerasi jaringan
Dengan KH :
1.Penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar
|
1.Kaji/catat ukuran,
warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
2.Lakukan perawatan
luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol infeksi.
3. Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi.
4. Tinggikan area graft bila mungkin/tepat.
Pertahankan posisi yang diinginkan dan imobilisasi area bila diindikasikan.
5. Pertahankan balutan diatas area graft baru
dan/atau sisi donor sesuai indikasi.
6. Cuci sisi dengan sabun ringan, cuci, dan
minyakidengan krim, beberapa waktu dalam sehari, setelah balutan dilepas dan
penyembuhan selesai.
|
1.Memberikan informasi dasar tentangkebutuhan
penanaman kulit dankemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada aera graft.
2.Menyiapkan jaringan untuk
penanaman dan menurunkan resiko infeksi/kegagalan kulit.
3. Kain nilon/membran silikon
mengandung kolagen porcine peptida yang melekat pada permukaan luka sampai
lepasnya atau mengelupas secara spontan kulit repitelisasi.
4. Menurunkan pembengkakan /membatasi resiko
pemisahan graft. Gerakan jaringan dibawah graft dapat mengubah posisi yang
mempengaruhi penyembuhan optimal.
5.Area mungkin ditutupi oleh
bahan dengan permukaan tembus pandang tak reaktif.
6.Kulit graft baru dan sisi
donor yang sembuh memerlukan perawatan khusus untuk mempertahankan
kelenturan.
8.Graft kulit diambil dari kulit
orang itu sendiri/orang lain untuk penutupan sementara pada luka bakar luas
sampai kulit orang itu siap ditanam.
|
DAFTAR PUSTAKA
Aliefia Ditha Kusumawardhani, Umi Kalsum, I. S. R. (2015).
The Effect of Jasmine Leaf Ethanol Extract ( Jasminum sambac L . Ait ) in
Topical to Increase Wound Contraction on Second-Degree A Burns in Rat ( Rattus
norvegicus ) Wistar Strain Luka bakar adalah rusaknya jaringan yang diakibatkan
adanya kontak tubuh de, 2, 196–206.
Ardhina Mahadica Nugroho. (2015). Digital Repository
Universitas Jember.
Lucia Anik Purwaningsih, E. M. R. (2016). 1 , 2 , 2 1, 8(1),
60–76.
Martina, N. R., & Wardhana, A. (2013). Mortality Analysis
of Adult Burn Patients, 96–100.
Putri, F. R., & Tasminatun, S. (2012). Efektivitas Salep
Kitosan terhadap Penyembuhan Luka Bakar Kimia pada Rattus norvegicus Chitosan
Oilment Effect on Chemical Wound Healing in Rattus norvegicus. Efektivitas
Salep Kitosan Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Kimia Pada Rattus Norvegicus
Chitosan Oilment Effect on Chemical Wound Healing in Rattus Norvegicus,
24–30.
Rahayuningsih, T. (2012). PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR
(COMBUSTIO), 08(September), 1–13.
Ratna, Y., & Dewi, S. (2012). Berbasis Klinis Luka
Antemortem Dan Burn Injury : General Concepts and Investigation Based on
Antemortem and, 1–11.
Sediaan, P., Ekstrak, S., Sirih, D., Fibroblas, J.,
Kusumawardhani, A. D., Kalsum, U., & Rini, I. S. (2015). Effect of Betel
Leaves Extract Oinment ( Piper betle Linn .) on the Number of Fibroblast in IIA
Degree Burn Wound on Rat ( Rattus norvegicus ) Wistar Strain Luka bakar adalah
luka pada kulit atau jaringan lain yang disebabkan oleh panas atau terkena
radia, 2, 16–28.
Wilkins, L. W. &. (2005). Handbook of Pathophysiology,
659. Retrieved from https://books.google.com/books?id=5_YRGwAACAAJ&pgis=1